Advertisement

Responsive Advertisement

Standar Ganda Eropa: Salib Di Kelas Ya, Islam dan lainnya, Tidak!

Standar Ganda Eropa: Salib Di Kelas Ya, Islam dan lainnya, Tidak!

Selasa, 22/12/2009 08:36 WIB Cetak |  Kirim
Tiga anak-anak masuk ke sekolah negeri di Eropa—seorang Muslim, Sikh, dan seorang ateis. Muslim dan Sikh dikeluarkan karena mereka mengenakan pakaian agama: jilbab bagi gadis Muslim, dan serban untuk anak laki-laki Sikh. Ateis disambut ke sekolah, tetapi merasa tidak nyaman karena kelasnya memasang sebuah salib besar di salah satu dinding. Kebebasan beragama siapa yang telah dilanggar?
Jika Anda mengatakan Muslim dan Sikh, Anda salah—setidaknya menurut Pengadilan Eropa Hak Asasi Manusia. Pengadilan tersebut baru-baru ini mengejutkan Eropa dengan diharuskannya setiap kelas di Eropa memasang salib. kehadiran sebuah salib mengganggu hak siswa untuk memilih agama mereka sendiri.
Hanya empat bulan yang lalu, pengadilan Prancis melarang anak-anak mengenakan simbol-simbol keagamaan di sekolah-sekolah pemerintah. Jasvir Singh, seorang Sikh yang berumur 14 tahun, dikeluarkan dari sekolah karena mengenakan keski-kecil, kain serban mirip dengan yarmulke Yahudi. Dia dipaksa untuk menyelesaikan sekolahnya di sebuah sekolah Katolik yang lebih toleran.
Demikian pula, hanya beberapa tahun yang lalu, Mahkamah mengharuskan sebuah universitas Turki untuk melarang mengenakan jilbab. Leyla Sahin, seorang Muslim Turki yang taat, dilarang ikut ujian atau mendaftar di kelas tambahan, dia terpaksa pindah ke Austria untuk menyelesaikan studi kedokteran, namun masih tetap mengenakan jilbabnya.
Singkatnya, menurut Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, sejalan dengan perjanjian internasional, mereka mengaku memiliki otoritas yang mengikat pada isu-isu hak asasi manusia atas seluruh 47 negara di Uni Eropa. Jadi sekolah-sekolah pemerintah akan mengusir siswa yang mengenakan pakaian agamanya; tetapi dalam waktu yang bersamaan sekolah juga menyambut anak-anak dengan salib di dinding.
Mungkin Eropa harus kembali mengingat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang mengatakan, "Semua manusia dilahirkan bebas" dan "dikaruniai akal dan hati nurani."
Sebuah komitmen yang serius terhadap hak asasi manusia menuntut pemerintah Eropa untuk menghormati impuls keagamaan. Jika Mahkamah Eropa untuk Hak Asasi Manusia tidak bisa melewati ketakutan agamanya, maka hukum hanya akan menjadi lebih jelas berpihak pada siapa, namun hak asasi manusia yang mereka gembor-gemborkan lebih rapuh. (sa/wallstreetjournal)

http://www.eramuslim.com/berita/dunia/standar-ganda-eropa-salib-di-kelas-ya-islam-dan-lainnya-tidak.htm