Advertisement

Responsive Advertisement

Penyebab Kegagalan Bisnis Anda

Penyebab Kegagalan Bisnis Anda

Berbagai pertemuan bisnis dewasa ini cukup diwarnai nada keluhan. Bisnis tidak berkembang, rugi, dan keluhan lain. Lingkungan ekstern seperti resesi ekonomi, proteksionisme, tingkat bunga tinggi, langsung dituduh sebagai kambing hitam. Benarkah demikian? Para ahli manajemen dengan tegas menjawab, “Tidak!” Bisnis tidak pernah gagal. Manajemenlah yang bisa tidak berhasil alias gagal. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi bagus tentang bisnis dan manajemen, silakan KLIK DISINI ).

Toh tidak jarang kita baca laporan keuangan perusahaan ‘X’ mencatat kerugian akibat faktor ini-itu. Sebenarnya, akan lebih jujur kalau dikatakan bahwa manajemen gagal menggunakan dana para pemilik saham karena tidak mampu mengantisipasi keadaan ekonomi dan bisnis yang ada.

Memang manajemen seharusnya mampu mengambil langkah antisipasi setiap masalah, membangun kekuatan secara terus-menerus untuk mencapai tujuan. Artinya, seorang atau sekelompok orang tidak pantas menyebut diri sebagai manajer kalau ia tidak mampu membuat diagnosa, prognosa, dan menetapkan obyektif. Manajer harus membuat rencana strategis yang akan membuat bisnisnya sukses sekalipun di tengah berbagai kesulitan.

Juga perlu disadari, manajemen bukan sekedar pemuasan diri pribadi atau ego trip. Sebab tujuannya yang paling prinsip adalah “menyediakan pemenuhan kebu-tuhan konsumen sambil membuat profit.” Atau seperti kata penulis manajemen modern Peter F. Drucker, tujuan setiap bisnis ialah “melayani konsumen, dan ini hanya bisa dilakukan dengan mencetak keuntungan.”

Memberi kepuasan konsumen dan mencetak profit tentunya merupakan dua langkah yang menyatu. Yang satu tak mungkin bisa bergerak tanpa yang lain. Kalau kita membaca atau mendengar sebuah perusahaan tidak memperoleh keuntungan cukup karena keadaan ekonomi lesu, maka itu tidak lebih dari sebuah kasus kegagalan manajemennya. Dan salah satu penyebab utama yang umum adalah manajemen yang tidak kompeten. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi bagus tentang bisnis dan manajemen, silakan KLIK DISINI ).

Kekurangan Modal
Namun demikian, dalam pembicaraan sehari-hari sering terdengar mitos bahwa sebuah bisnis gagal karena kurang modal. Ini sebenarnya tidak mungkin. Bahkan sebaliknyalah yang terjadi: justru mereka yang memulainya dari modal nol kini ter-catat sebagai pengusaha kaliber dunia.

Sebagai ilustrasi, konon sebagian besar |toserbai (department stores) di kota raksasa New York dimulai oleh para imigran miskin yang memulai kegiatan bisnis dengan menjual barang berdasarkan konsinyasi. Perusahaan raksasa Jepang, Sony Corporation, bergerak mulai dari modal $800. Dan perusahaan komputer Apple Corp. memulai usahanya di sebuah garasi dengan modal pertama $2000. Belum dihitung banyak pengungsi yang tadinya hanya ingin mempertahankan hidup tapi justru mampu membangun kerajaan bisnis multimilyar dollar. Dari sini akan bisa diketahui bahwa jawaban lebih jujur bukan gagal karena kurang modal, melainkan karena kegagalan manajemen. Manajemen gagal membuat kalkulasi yang tepat dan efektif terhadap penggunaan sumber dana.

Penyebab kedua kegagalan bisnis adalah spekulasi berlebihan. Bisa dilihat di Hong Kong, misalnya. Ketika property market tampak bisa member! keuntungan besar, banyak perusahaan yang latah ikut nimbrung. Mereka tampaknya melupakan teori Newton bahwa segala sesuatu pada akhirnya merosot kalau pasar terlalu ramai oleh penjual.

Spesialisasi Manajemen
Spesialisasi para manajer ternyata juga memberikan dampak negatif bagi kemajuan perusahaan. Sebagian besar perusahaan dewasa ini tidak memiliki manajer umum atau general manager yang benar. Yang umum dimiliki adalah manajer spesialis yang kemudian menjadi General Manager karena sistem senioritas atau karena jenjang karirnya memang sudah demikian.

Namun kurang disadari bahwa para spesialis ini, yang dulunya mengelola satu jenis bidang seperti keuangan, engi¬neering, pemasaran, personalia, bagaimanapun tidak mungkin dengan mudah meninggalkan alur pemikirannya dari spesialisasi ke generalisasi. Sebab secara manusiawi, orang tentu lebih suka melakukan pekerjaan yang paling dipahaminya. Kalau Anda pergi ke suatu nightclub maka pedansa yang baik tentunya ditemukan di lantai dansa. Hal yang sama akan terjadi bila seorang akuntan diangkat menjadi GM. Pembukuan tentu akan menjadi baik sementara bidang pemasaran (marketing) mungkin akan tertinggal.

Sebaliknya akan terjadi kalau seorang marketing specialist menjadi GM maka produk-produk yang dihasilkan perusahaan akan dipresentasikan dengan baik dan penjualan mungkin meningkat, tapi di pihak lain perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menangani pembayaran. Demikian juga kalau seorang insinyur yang menjadi GM maka ia akan bisa menjamin kualitas superior tapi hubungan dengan konsumen, credit control, dan pemasaran akan mengalami hambatan.

Bisnis memang bisa diibaratkan roda bergerigi, di mana semua gigi harus berada pada tempat masing-masing agar mekanisme berjalan sempurna. Setiap gigi bisa disamakan dengan masing-masing aspek dalam operasi perusahaan. Kalau salah satu gigi saja hilang atau melemah, maka roda perusahaan tidak akan berpu-tar dengan baik. Dan untuk bisa melihat apakah penempatan masing-masing tepat atau tidak, diperlukan seorang generalis, bukan spesialis.

Di Hong Kong, hampir semua pengusaha mengenal Bill Wyllie sebagai “dokter perusahaan” bertangan dingin yang telah menyelamatkan banyak perusahaan dari keruntuhan. Kalau dilihat latar belakang pendidikannya dia bukan spesialis yang menguasai satu bidang tertentu dengan baik. Dia bukan lulusan universitas, bukan akuntan, bukan ahli hukum, atau arsitek. Namun justru karena dia tidak memiliki pengetahuan sangat mendalam tentang satu aspek tertentu maka dia bisa melihat operasi sebuah perusa¬haan secara objektif, dan melakukan diagnosa dan terapi yang tepat. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi bagus tentang bisnis dan manajemen, silakan KLIK DISINI ).

Fokus Waktu dan Perhatian
Sebagian besar manajemen bisnis tampaknya juga terlalu banyak menghabiskan waktu dan perhatian pada cost atau biaya, sehingga terlalu sedikit waktu dan serhatian yang tersisa untuk memikirkan keuntungan. Dalam organisasi bisnis, manajer yang fokusnya pada cost berarti terlalu memperhatikan kantor, sementara yang fokusnya pada profit sangat memperhatikan kepentingan konsumen. Milyarder Howard Hughes konon tidak pernah memiliki kantor sampai akhir hayatnya. Artinya, dengan tetap berada di kantor seorang manajer menghabiskan uang. Sementara kalau dia memusatkan perhatian pada kepentingan konsumen maka tidak boleh tidak berarti dia harus berupaya untuk mendapatkan profit.

Manajer belakang meja biasanya memang menghabiskan lebih banyak waktunya untuk hal-hal kecil insidental. Dia tidak memiliki cukup waktu untuk memanfaatkan kesempatan mendapatkan untung yang ada. Dia gagal menerapkan aksi manajemen yang perlu bagi keun-ungan perusahaan. Terlalu banyak ma¬najer yang justru memboroskan kemampuan mereka dengan menghabiskan lebih banyak waktu pada berbagai masalah yang kurang penting sehingga tidak memiliki cukup waktu lagi membereskan hal-hal yang justru sangat mendesak dan penting bagi perusahaan.

Lean Richardson, pendiri dan pemimpin Magma Alloys and Research Pty, sebuah lembaga konsultan manajemen di Sydney, berpendapat hanya 20 persen di antara masalah yang dihadapi seorang manajer yang bisa dinilai crucial. 80% sisanya merupakan masalah rutin yang bisa ditunda atau didelegasikan penyelesaiannya pada bawahan.

Sumber kegagalan lainnya dalam bisnis adalah manajemen yang kurang inovatif. Menurut Peter Drucker, dalam bisnis hanya ada dua hal paling penting: inovasi dan pemasaran. Semua faktor lain seperti accounting, personalia, perbankan, dan sebagainya lebih merupakan faktor pendukung bagi kedua hal tadi. Perusahaan yang inovatif dan pemasarannya baik kemungkinan masih bisa berkembang meskipun sistem accountingnya buruk. Sebaliknya, sistem accounting atau administrasi yang rapi belum menjamin sukses sebuah perusahaan walaupun hanya untuk bertahan hidup.

Sebagian besar organisasi bisnis tidak mengadakan cukup inovasi. Perusahaan baru cenderung meniru dengan latah gaya yang diterapkan “market leader company” di bidang yang sama, atau paling banter hanya menurunkan harga sedikit. Sementara konsumen, bagaimanapun, tidak menginginkan produk yang sama meskipun dengan harga lebih rendah. Mereka menginginkan sesuatu yang lebih baik untuk harga lebih rendah.

Di pihak lain, perusahaan lama yang sudah established lalu kehilangan inovasinya. Padahal produk yang 10 tahun lalu dinilai baik sekarang sudah tidak dipan-dang lagi oleh konsumen.

Banyak perusahaan memang berpendapat bahwa menjual produk dengan murah bisa sukses di pasaran. Kenyataannya justru mempercepat proses kegagalan. Sebab dengan harga jual serendah mungkin berarti banyak faktor biaya yang tidak tertutup, sementara margin keuntungan sangat kecil. Perusahaan seperti itu agaknya lupa bahwa konsumen biasanya tidak segan membayar sedikit lebih mahal untuk produk dengan kualitas dan servis lebih baik.

Pemikiran Lateral
Kelatahan meniru atau mengikuti yang lain juga dapat terlihat dengan banyaknya manajer yang tidak mau menggunakan pemikiran lateral — melihat suatu situasi dari sudut pandang yang berbeda. Mereka berbuat atau melakukan sesuatu sebagaimana biasa. Kalau suatu masalah timbul, manajer seperti ini akan segera menyelesaikannya dengan cara yang sudah biasa dilakukan. Padahal sebenarnya masa depan bukan pengulangan masa lalu, tapi harus diingat bahwa kondisi-kondisi bisnis, sebagaimana hal-nya dengan iklim, sungguh-sungguh tak dapat diramalkan dan selalu berubah-ubah.

Salah satu contoh kalau sebuah perusahaan mengalami masalah likuiditas: langkah pertama yang biasa dilakukan manajemennya ialah menghentikan advertensi. Logika sebenarnya adalah sebaliknya. Di saat perusahaan mengalami masalah likuiditas maka yang harus dilakukan ialah bagaimana menambah kon-sumen/pembeli. Ini tentu dilakukan melalui iklan, atau alat promosi lain.

Langkah kedua yang juga biasa dilakukan ialah menghentikan pendidikan untuk staf. Maksud sebenarnya tentu agar pengeluaran untuk pendidikan untuk sementara bisa menutup pengeluaran lain yang dianggap lebih penting. Di sini manajemen lupa bahwa untuk menyelesaikan setiap problem yang dialami perusahaan, diperlukan pengetahuan dan kemampuan staf yang terus meningkat, bukan sebaliknya. Dan ini hanya bisa kalau manajemen mampu melihat permasalahan tidak hanya dari sudut pandang yang biasa dilakukan, tapi mencobanya dari sudut yang lain. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi bagus tentang bisnis dan manajemen, silakan KLIK DISINI ).

Sumber : Majalah Eksekutif Edisi Juli 1988
http://rajapresentasi.com/2009/05/penyebab-kegagalan-bisnis-anda/