Advertisement

Responsive Advertisement

Film Virgin Ditarik dari Seluruh Bioskop

Film Virgin Ditarik dari Seluruh Bioskop

Katagori : Focus
Oleh : Redaksi 29 Nov 2004 - 5:00 am

Komentar AA Gym tentang Film Virgin
imageimageKETIKA film Buruan Cium Gue! produksi Multivision Plus diputar, sejumlah tokoh masyarakat dan ulama gencar mengkritiknya, termasuk kiai kondang Aa Gym. Namun, tak sedikit pula kalangan seniman yang mendukung pemutaran film tersebut, sampai akhirnya Raam Punjabi, produsernya, menarik peredaran film itu. Lantas bagaimana dengan film Virgin, yang mempertanyakan keperawanan, yang baru diputar di sejumlah bioskop beberapa hari terakhir? Apa komentar Aa Gym tentang film terbaru produksi Starvision itu?

Dalam hal ini, Aa Gym hanya meminta agar para produser film di Indonesia tidak mengabaikan moral generasi muda. Seperti diketahui, film Virgin mengangkat kisah seputar seks bebas di kalangan remaja, termasuk penjualan keperawanan kepada para ''om senang''. "Mengenai peredaran film tersebut, saya sangat percaya bahwa masyarakat rindu sekali moral kita menjadi semakin baik. Bertanyalah kepada hati nurani masing-masing, kita butuh generasi yang lebih baik," kata Aa Gym baru-baru ini seperti dikutip Distarra.Com.

Menurut Aa Gym, dirinya bukan orang yang antifilm. Namun, dia hanya meminta agar para produser film Indonesia membuat film dengan bertanggung jawab kepada moral bangsa. "Saya memang belum menontonnya, sehingga saya belum bisa berkomentar banyak soal film itu. Saya hanya berpesan buatlah film yang bermutu dan mendidik," ungkapnya. (69e)
http://www.suaramerdeka.com/harian/0411/17/nas21.htm

Film Virgin Ditarik dari Seluruh Bioskop


Walikota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin, memerintahkan penghentian penayangan dan penarikan peredaran film Virgin dari seluruh bioskop di kota ini, menyusul protes dari berbagai elemen masyarakat seperti MUI Makassar, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel, Komunitas Film Makassar dan Pemberdayaan Perempuan Pemkot Makassar.

"Mulai Jumat (26/11), film tersebut ditarik dari bioskop di Makassar untuk sementara waktu," ujar Ilham kepada wartawan di Makassar, Jumat.

Menurut dia, film Virgin yang telah tayang di beberapa bioskop di Makassar sejak 23 November 2004, jauh dari nilai-nilai budaya orang Makassar dan dikhawatirkan mempengaruhi secara negatif para remaja yang menonton film tersebut, meski diakui bahwa film tersebut sebenarnya ingin memberitahukan kepada masyarakat bahwa sesungguhnya ada pergaulan bebas anak remaja di kota metropolitan.

"Namun kita khawatir sekali pergaulan anak remaja kota metropolitan seperti yang digambarkan dalam film itu akan merambah kota ini," ujarnya dengan mengimbau orang tua untuk senantiasa mengawasi putar putrinya, terutama anak-anak remaja yang temperamen emosinya masih mudah dipengaruhi arus perkembangan mode dan gaya kehidupan masa kini.

Film Virgin yang lebih cenderung memotret bulat-bulat dunia remaja, dikhusukan untuk tontonan orang dewasa, namun ternyata film tersebut juga digandrungi anak remaja usia kurang dari 21 tahun.

Sementara itu, produser film Virgin, Chand Parvez Servia yang datang ke Makassar mengaku tidak meyangka bila filmnya itu ditarik dari peredaran di Makassar.

Menurut Parwez, film ini hanya ingin memberikan pelajaran kepada masyarakat khususnya kawula muda terhadap sosok seorang perawan atau gadis belia yang hidup ditengah-tengah kota metroplitan dan bergelut dalam dunia pergaulan bebas, tetapi mampu mempertahankan keperawanannya meski ditawari harga tinggi oleh om-om hidung belang hingga puluhan juta.

Selain itu, katanya, film ini juga membawa pesan bahwa hidup sukses yang dicapai dengan jalan pintas akan menuai hasil yang tidak baik, sebaliknya sukses yang diraih dengan jalan yang penuh perjuangan tanpa harus mengorbankan kehormatan diri akan lebih mulia dan memberikan hal yang baik.

Semetara itu anggota DPRD Makassar dari Fraksi PPP, Arifuddin Lewa berpendapat bahwa masyarakat Makassar belum siap menerima film seperti itu karena adat istiadat dan budaya siri` masih melekat dalam diri masyarakat. [EL, Ant] (GTR)

SURAT PEMBACA 22/11/2004
Film Virgin
Tanggal 21 November 2004 saya menonton film Virgin yang kontroversial itu. Setelah menyaksikan film tersebut, saya sangat prihatin. Kok bisa ya film seperti itu lulus sensor. Sungguh merusak moral dan akhlak cerita di film tersebut. Tidak ada unsur edukasi sama sekali. Hanya akan menambah bejat anak-anak remaja, yang tak lain adalah generasi penerus bangsa.

Masih banyak tema yang bagus tentang kehidupan anak muda atau remaja kota metropolitan yang dapat diangkat. Jangan tema jorok aja yg diekspos.

Saya berharap film tersebut bisa secepatnya ditarik dari peredaran sebelum merusak generasi muda lebih lanjut. Untuk pihak Starvision saya imbau agar memperhatikan masalah moral dan akhlak, demi generasi penerus bangsa.

Ferryansah Akbar (ferry@starcommedia.co.id)
Jl. Raya Inpres No:52 Jakarta 13540
http://www.kompas.com/sp/index.cfm?id=1&item=36654


Film Virgin Bakal Sama Kah Nasibnya Dengan BCG?


Pergaulan bebas anak remaja Jakarta saat ini kembali diangkat ke layar lebar. Setelah “Buruan Cium Gue” (BCG) yang bikin heboh, kini giliran Star Vision yang mengangkat tema tentang keperawanan, yang dibungkus lewat film berjudul “Virgin” Ketika Keperawanan Dipertanyakan.

Persoalan kehidupan anak muda emang menarik buat disimak, yang paling laku tentu aja urusan cinta. Sebut aja film “Ada Apa Dengan Cinta?” Serta “Eiffel… I’m in Love” yang diserbu ribuan abege yang pengen menontonnya. Hebohnya kedua film itu tak hanya dibintangi aktor dan artis keren aja tapi juga didukung ceritanya dan visual art-nya yang dikemas menarik

Suksesnya AADC? di pasaran, membuat para pembuat film berlomba-lomba untuk membuat film bertema kehidupan remaja, entah cuma urusan cinta tapi juga tema horror seperti yang baru beredar “Ada Hantu Di Sekolah” dan juga tema persahabatan seperti “Mengejar Matahari”.

Belakangan beredar film yang bertemakan tentang prilaku pergaulan remaja saat ini. Sebut aja BCG, yang akhirnya mengalami nasib buruk ditarik dari peredaran lantaran terlalu vulgar untuk dipertontonkan serta alasan tak sesuai dengan budaya timur.

Namun kasus BCG tak bikin kapok pembuat film, karena muncul lagi film yang mempertontonkan prilaku seks dari anak remaja yang berseberangan dengan budaya timur lewat film berjudul “Virgin”, Ketika Keperawanan Dipertanyakan, produksi Star Vision.

Film ini menggambarkan fenomena sebagian anak-anak abege di Jakarta yang berani melakukan hal-hal yang tidak pantas, yang melanggar norma budaya bahkan agama sekalipun hanya sekedar mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya dalam bergaul. Fenomena ini yang membuat Hanny R Saputra tertarik untuk menggarap film “Virgin” ini.

Mengkisahkan tentang seorang remaja bernama Biyan (16 taon) yang sangat menjaga keperawanannya. Ayahnya playboy yan banyak mengencani wanita-wanita muda, kenyataan yang membuat ibunya sangat menderita, Disitulah Biyan berpendapat pentingnya arti keperawanan.

Biyan bersahabat dengan Stella dan Ketie, ketiganya bergabung dalam komunitas “anak gaul”. Sebuah komunitas “rusak bersama” dari remaja belasan taon yang selalu ingin mengikuti trend dan haus akan ingin tau dalam segala hal. Inilah komunitas dimana kebebasan dan keberanian menjadi tolak ukur eksintensi.

Dibintangi oleh pemain baru, Laudya Cynthia Bella, Ardina Rasti dan Angie, Mulik Muliardo, Uli Aulianti. Serta didukung pemain-pemain senior seperti Ayu Azhari, Hanidar Amroe, Unique Priscillia dan Tio Pakusadewo.

Hitam putih cerita memang disajikan dengan gamblang melalui peran 3 sahabat dalam dunia gaulnya, ketiganya memberikan ilustrasi bahwa kehidupan yang tidak berlandaskan norma dan kesusilaan akan berakibat buruk, dan sikap mempertahankan harga diri akan membuahkan keberhasilan

Lewat film ini, Hanny ingin menyampaikan pesan kepada orangtua seperti apa pergaulan remaja saat ini. “Bahwa pergaulan remaja saat ini sudah tidak seperti dulu lagi. Jaman sudah berubah. Kita harus berani buka mata bahwa ini sebuah problem yang mau tak mau harus merubah cara pendidikannya,” kata Hanny saat premier filmnya di Plaza Senayan kemarin malam (9/11).

Alasan yang sama juga pernah disampaikan oleh pembuat film BCG, kalo filmnya dibuat untuk memberikan informasi kepada orangtua tentang pergaulan remaja saat ini.

Yang menjadi pertanyaan, apa film ini menjadi sebuah informasi yang mendidik. Takutnya film ini malah mengajarkan atau menyebarkan kepada remaja tentang sebuah prilaku buruk yang dianggap sebagai suatu trend. Itu lah yang ditakuti kebanyakan orangtua dan juga pendidik. Seperti Buruan Cium Gue yang katanya mengajarkan orang untuk berzinah.

Di film Virgin banyak adegan-adegan atau ucapan-ucapan yang tak pantas dilakukan oleh para remaja yang masih berstatus pelajar SMU. Namun gambaran itu dipentontonkan secara vulgar entah lewat visual maupun bahasa verbal. Seperti adegan Ketie yang ingin melepas keperawananya dengan seorang om-om di sebuah toilet mal. Begitu gampangnya kah melepas keperawanan hanya demi imbalan uang. Parahnya, Ketie pun gembira setelah melepas keperawannya.

Belum lagi adegan di sebuah pesta ulang taon, juga adegan casting seperti yang ada di adegan video casting sabun mandi. Ada juga pamer tato di sekolah, yang sekiranya tidak pantas dilakukan oleh seorang pelajar SMU.

Pantas atau tidak film itu ditayangkan, yang jelas udah lolos seleksi badan sensor film. Apa kah nasibnya bakal sama dengan BCG, biarlah penonton yang menilainya. (kafegaul)

Angie Enggak Takut Film Virgin Diprotes


imageAngie si pemeran Ketie di film “Virgin” mengaku enggak takut kalo filmnya bakal diprotes banyak orang seperti nasib film “Buruan Cium Gue” (BCG). Menurutnya, film perdananya itu beda banget dengan film BCG.

Menurut Angie, film yang mulai diputar serentak di bioskop hari ini bukan untuk menyebarkan budaya luar atau menjadikannya sebagai sebuah trend di kalangan remaja. Justru katanya memberikan gambaran juga pendidikan kepada remaja untuk tidak melakukan hal-hal yang ada dalam di cerita tersebut.

“Secara pribadi maksud saya supaya tidak ada lagi orang yang ada di film itu. Sepertinya maksud saya ini juga pasti sama dengan pembuat film Virgin,” kata Angie yang dihubungi KG.

Kalo pun nanti ada protes lantaran adanya adegan atau kalimat-kalimat yang sangat vulgar dari film Virgin tersebut, menurut Angie emang karena disesuaikan dengan tema filmnya. “Film ini kan tentang kehidupan remaja yang hitam bukan sesuatu yang normal. Jadi dibikin senatural mungkin sesuai dengan keadaan yang nyata,” terang Angie.

“Inti dari film ini penting banget, kalo nonton pasti bisa merasakan itu, makanya film ini enggak cuma buat remaja tapi penting juga buat orangtua,” imbuhnya.

Angie sendiri sangat menghormati tentang masalah keperawanan. Bagi cewek kelahiran Serang, 25 Juni 83 ini, keperawanan itu merupakan kehormatan dari seorang perempuan yang nanti diberikan kepada lelaki dalam lingkup tanggung jawab, yakni melalui perkawinan. “Bagi kita yang adat timur sangat menjujung tinggi soal itu. Tapi bukan berarti orang yang tidak perawan itu tidak terhormat ya,” ujar Angie.

Untuk mendalami karakter peran Ketie, gadis dengan kemampuan ekonomi rendah tapi ingin menikmati kehidupan yang mewah dan materialistis ini, Angie diberi kesempatan untuk melakukan survey di lapangan. Dipilihlah lapangan parkir timur senayan sebagai tempat surveynya.

Selama 4 hari Angie memperhatikan tingkah pola kehidupan mereka. “Sambil lewat aku ngobrol-ngobrol, cerita-cerita dengan mereka. Dari situ aku mulai menemukan banyak hal,” kata Angie yang juga belajar lewat film “Thirteen”.

Angie sendiri enggak menyangka bisa terlibat di film Virgin, soalnya mahasiswi London School ini sama sekali tidak punya pengalaman di bidang akting. “Waktu disuruh casting aku sama sekali enggak ada persiapan apa-apa dan juga enggak ada beban sama sekali. Justru pas kepilih aku jadi beban. Tapi dalam hati aku mau buktikan kalau aku mampu,” tutur Angie. (Kafegaul)

Inilah Film 'Virgin' yang Menuai Kritik Itu


Judul Film: Virgin (Ketika Keperawanan Dipertanyakan)
imageSATU lagi film Indonesia diluncurkan. Belum apa-apa, film ini sudah menuai kritik (Media, 18/1). Film yang dimaksud berjudul Virgin (Ketika Keperawanan Dipertanyakan). Ide awalnya ditulis oleh Hanny R Saputra. Kemudian, dituangkan menjadi skenario oleh Armantono, dan digubah ke dalam bahasa gambar dengan sutradara Hanny R Saputra.

Sinopsis film yang diproduksi oleh Chand Parwez Servia itu mengisahkan kehidupan remaja belasan tahun di kota metropolitan. Kehidupan remaja yang dibidik menjadi bahan cerita adalah pergaulan remaja yang terseret ke dalam kehidupan hedonis, liberalis, dan pencandu tren baru dengan perangai serbaingin tahu.

Alur cerita bertumpu pada persahabatan tiga remaja, yaitu Biyan (diperankan Laudya Cynthia Bella), Stella (Ardina Rasti), dan Ketie (Angie). Di seberang persahabatan mereka, terdapat Luna (Uli Auliahti) and hers gank yang menjadi rival dalam berbagai kesempatan. Rivalitas itu, seperti bisa diterka pada umumnya film kisah remaja, adalah pertarungan memperebutkan cowok ganteng, yaitu Marix (Mike Muliardo). Pada film ini juga terdapat perebutan casting untuk sebuah peran pada sejudul film roman picisan yang tengah dibuat.

Luna yang menjadi antagonis, dikisahkan bersaing dengan Stella dalam memperebutkan peran untuk film roman picisan tadi. Walau akting Stella amat parah, namun di akhir kisah ia memenanginya. Pertarungan menjadi seakan-akan seru karena dibumbui persaingan memperebutkan Marix oleh Luna versus Biyan. Karena Luna sudah diposisikan sebagai antagonis, tentu saja menjadi pihak yang kalah bertarung.

Pada persaingan antarremaja itu, sang penulis kisah, mencoba memotret realitas kehidupan bahwa selalu ada pihak yang menghalalkan berbagai cara demi meraih kemenangan. Stella misalnya, pada mulanya kepada sutradara film bersedia menawarkan diri asal peran dalam film roman picisan itu diberikan kepadanya. Luna yang tampak selalu urakan dan menggebu-gebu, mengerahkan berbagai trik untuk mendapatkan Marix. Atau Ketie yang harus survival, terpaksa menjual diri hingga bersedia di-booking dalam mobil atau toilet.

Potret seperti ini memang ada dalam kehidupan. Bahkan sudah sejak awal kehidupan manusia, telah dicontohkan adanya potensi manusia yang bersedia menempuh jalan keliru demi memenangkan pertarungan. Kita ingat misalnya kisah Kabil dan Habil yang bersaing memperebutkan Iklima. Karena kekalahan dan amarah yang membuncah-buncah, akhirnya Kabil menghabisi Habil.

Terlepas dari elemen cerita, film yang art director-nya ditangani oleh Harlanto ini sebenarnya menawarkan gambar yang bagus. Akting para aktornya juga lumayan. Terutama pemeran Biyan, Stella, dan Angie telah berlaku dengan wajar. Kesan-kesan akting yang indikatif dan artifisial seperti yang berjubel dalam sinetron-sinetron di televisi, tidak begitu meruyak pada film ini. Seandainya sebuah film hanya dinilai dari struktur gambar sambil mengesampingkan tema dan pesan, tentulah Virgin akan masuk dalam kategori film eskapistis yang berhasil.

Tetapi, mengapa belum apa-apa sudah ada reaksi negatif dari pasar?

Pada akhirnya memang sebuah karya seni, apa pun genrenya, tidak bisa dipilah-pilah antara bentuk dan isinya, antara struktur dan pesannya. Bahkan, bagi kaum humanis yang berpedoman l art puor homme (seni untuk kemanusiaan), isi lebih penting dari bentuk.

Film Virgin tampaknya bagai pedang bermata dua. Di satu mata, seperti dituturkan oleh Chad Parwez kepada pers seusai preview, dalam film ini terdapat hikmah dan karena itu bisa menjadi pelajaran bagi remaja: Bahwa penjahat akhirnya akan kalah, dan janganlah mengorbankan segala-galanya demi meraih tujuan. Tirulah Biyan yang bisa mempertahankan keperawanan ketika orang-orang di sekitarnya sudah menihilkan apa artinya kesucian seorang gadis.

Di mata ini Chand benar, tetapi di mata yang lain tentu saja alasan itu terlampau bersahaja dan konyol jadinya. Kalau berbicara hikmah dan pelajaran, dalam berbagai kasus selalu saja ada pelajaran. Penyakit AIDS dan HIV saja ada hikmahnya, bukan?

Sebuah pelajaran hendaknya menghargai asas kognisi (akal sehat) dan menghormati prosedur. Ada sebuah pertanyaan, apakah kita akan menolerir orang yang mencuri karena ingin membayar zakat fitrah, misalnya?

Jadi, untuk mencapai maksud yang mulia harus disampaikan dengan prosedur atau tata cara yang memuliakan akal sehat. Apakah untuk memberi pelajaran kepada remaja supaya mempertahankan keperawanan adalah dengan menyodorkan tokoh-tokoh dalam film itu yang justru melecehkan keperawanan?

Seperti yang dilakukan Luna, Angie, Stella, mereka yang masih berusia belasan tahun itu, mengapa dalam film Virgin digambarkan dengan begitu mudah membuang keperawanan tanpa motif yang kuat?

Virgin adalah sebuah film dengan corak realisme. Menurut kaidah estetika modernisme, misalnya dalam teater yang menjadi ibu dari segala kesenian, setiap laku harus memiliki motif yang kuat. Film Virgin, selain kurang menghargai akal sehat, juga tidak memiliki motivasi yang kuat pada sekuel-sekuel konfliknya. Bahkan, ketika Biyan menyanyi di tengah keributan, dan nyanyian itu berhasil mereda ketegangan, beberapa orang yang pernah menonton film Coyyot Ugly, tentu teringat ada adegan serupa. Kalau saja adegan ini menyontek, maka dalam dunia kesenimanan, haram hukumnya menjadi plagiator. (mioL)

Film Virgin: Terlalu Vulgar Memotret Remaja


Temannya jadi pekerja seks, satu lagi tampil di VCD porno, sedangkan dia menjadi pengarang sukses dengan mengangkat kisah temannya. Inilah yang menurut film Virgin potret remaja kini. Masa sih?

Virgin, film yang dirilis dengan lanjutan judul "Ketika Keperawanan Dipertanyakan" niatnya ingin menunjukkan potret remaja metropolitan yang didalamnya tumbuh fenomena "rusak bersama". Di tengah semua remaja-remaja yang rusak itu, ada seorang remaja yang digambarkan tetap teguh memegang nilai, dalam artian ini yang dimaksud adalah keperawanan.

"Bisa dibilang itulah potret remaja kita sekarang. Jaman sudah berubah, kita harus berani buka mata kita. Kita harus berani lihat luka kita, kalau realitasnya sekarang memang seperti ini," ujar sutradara Hanny R. Saputra usai pemutaran perdana Virgin di Plaza Senayan, Selasa (9/11/2004).

Virgin mengangkat tiga orang tokoh. Stella, anak orang kaya, yang seperti di film-film lainnya digambarkan kurang perhatian dan akhirnya menjadi anak broken home. Temannya, Ketie adalah anak yang lahir dari hubungan di luar nikah. Dia berasal dari menengah kebawah. Terakhir sang tokoh baik, Biyan.

Ayah Biyan kerap bermain perempuan sehingga keluarganya hancur. Sedangkan Biyan, karena tak ingin seperti wanita-wanita yang kerap ditiduri papanya, memilih untuk mempertahakan keperawanannya.

"Bagi gue, kehilangan virgin (keperawanan) sama seperti kehilangan harga diri," tulis Biyan pada diarinya.

Untuk yang tak terlalu mengenal anak gaul dengan definisi Hanny Saputra penonton sangat mungkin terkaget-kaget melihat penggambaran remaja dalam film ini. Apa benar remaja kita sudah begitu jauh kebebasannya? Benarkah mereka sudah kebablasan?

Lihat saja ketika adegan dibuka dengan perbincangan ringan tiga orang sahabat di sebuah kafe di mal. Tanpa malu-malu pada pengunjung cafe lainnya, Stella memasukan ponsel berkameranya ke dalam seragam sekolahnya dan mengambil gambar dadanya. Kemudian dia melakukan hal
yang sama kepada temannya, Biyan.

"Tuh kan punya lo lebih gede," lalu datang Ketie, Stella kembali melakukan hal yang sama. "Haha, ternyata Ketie yang paling gede," mereka pun tertawa.

Usai tertawa, Ketie mengejutkan temannya dengan sebuah pernyataan. "Gue ingin ngelepasin virgin gue!".

Untuk seks apa duit?" tanya Stella. Dengan tegas Ketie menjawab "Ya duit dong!" Kata-kata Ketie tersebut disambut gembira oleh Stella, "tuh kan gue tau lo nggak bertahan lama."

Sementara Stella dan Ketie menyusun rencana mencari om-om untuk melepas keperawanannya, Biyan hanya bisa terdiam. Walau dalam hati tak setuju ia hanya bisa diam dan membiarkan temannya itu melancarkan aksinya.

Tak lama seorang om pun ditemukan. Ketie datang menghampiri dua temannya, "dia mintanya 5 juta". "Minta 15, ya mentok-mentok 10 lah," ujar Stella tenang.

Negosiasi lancar, di toilet khusus orang cacat di mal tersebut hilanglah keperawanan Ketie demi sejumlah uang yang akan digunakan untuk membeli handphone kamera dan baju-baju cantik demi pergaulan.

Tak hanya dirayakan dengan belanja habis-habisan. Pulang dari mal, dengan muka bahagia Ketie yang duduk di kursi belakang mobil melepas BH-nya. Lewat jendela mobil yang sedang berjalan di tengah jalan raya Ketie mengeluarkan badannya, melambai-lamaikan BH-nya dan melemparkannya ke mobil belakang yang kebetulan diisi om-om. Tentu saja si om kegirangan melihat aksi tersebut.

"Fenomena remaja kini mudah terpengaruh sama trend. Nah untuk menenuhi kebutuhan itu mereka masih tergantung sama orang tua. Nggak mungkin semua kebutuhan tren itu minta sama orang tua, makanya biasanya mereka terjerumus dalam hal-hal yang nggak bener," ujar Hanny Saputra sang sutradara beralasan tentang adegan-adegan nakal di filmnya.

Makin Tidak Halus


Semakin ke belakang film ini tak semakin halus lagi. Ketie yang sudah resmi tak perawan semakin giat mencari pelanggan di usianya yang 16 tahun. Dia baru sedikit terhenyak ketika seorang om-om melakukan kesalahan.

Kepada Biyan ia mengadu. "Aduh. Om itu. om itu..,". Adegan dipotong sampai disitu, menurut sang sutradara harusnya kata-kata selanjutnya adalah, "om itu keluar di dalam".

Namun kata-kata tersebut tak lolos di LSF. Hanny sebenarnya mengaku berat menerima putusan LSF karena niatnya memperlihatkan keliaran remaja menjadi kurang tergambarkan dengan baik.

Usai kata-kata tadi, temannya Stella menyambut dengan tawa. "Gitu aja pusing, minum obat peluntur, terus loncat loncat aja," ujar Stella santai.

Lalu, loncat-loncatlah Ketie di kamar mandi sekolahnya yang sempit demi menghindari kehamilan.

Tema seks sangat kental dalam film ini. Tapi maksud dan tujuannya tidak jelas. Semata-mata hanya ingin menunjukan potret remaja sekarang yang demi uang dan gaya hidup rela mengorbankan harga diri. Sekolah sebagai lembaga pendidikan pun sepertinya diabaikan.

Berangkat kesekolah dengan rok super mini dan kancing yang terbuka sampai dada merupakan hal yang lumrah di sekolah antah berantah dalam film ini. Belum lagi tindikan dan tatto yang sudah dianggap sebagai asesoris sehari-hari.

Ada pula adegan dimana ketika ingin memamerkan tatonya, para siswi tak malu membuka bagian belakang roknya di depan kelas dan memamerkan tato tersebut kepada semua temannya dari jarak dekat.

Pelajaran "bergaul" yang dipaparkan dalam film ini memang sangat lengkap. Selain rokok slim yang tak pernah lepas dari tangan para tokoh dan minuman keras yang menjadi penghias tetap film, kata-kata kasar juga hal yang sangat biasa. Tak terhitung berapa kali penggunaan kata "Anjing", "F***", "S***" dan kata-kata makian gaya barat lainnya.

Semua karakter dalam film Virgin juga dipukul rata, menjadikan seks sebagai tema utama. Dalam suatu adegan tampil Ari Sihasale sebagai sutradara. Ketika harus memainkan adegan low scene, sang aktris tampak kaku.

Ale sang sutradara dengan kesal berteriak. "Gimana sih, kayak nggak pernah ML aja, kaya nggak pernah ciuman." Bukannya kesal sang aktris menjawab, "habis mulutnya bau om".

Lihat pula dialog berikut hingga perlu untuk memunculkan pertanyaan. Seperti inikah profil remaja saat ini? Sebuah botol diputar, yang ditunjuk oleh botol harus melepas pakaiannya. Ketika sudah mencapai puncak, melepas pakaian sepertinya mulai membosankan untuk mereka. Taruhan pun digandakan berkali-kali lipat.

"Lo pilih SP (oral sex) atau bugil," tantang Luna pada Stella. "Tanggung! ML aja sekalian," jawab Stella tak mau kalah. "Okey dua orang," Luna menjawab lagi. "Tiga sekalian," Stella menutup bursa taruhan.

Setelah botol menunjuk sang korban, para lelaki yang ada di lokasi pun menggila. Sang korban langsung dibawa masuk ke sebuah mobil untuk membayar taruhannya tersebut.

Tidak Memberi Pelajaran


Penggambaran emosi yang cepat berubah dalam film ini cukup sering. Usai ditimpai kemalangan tak perlu banyak waktu untuk mengembalikan mood mereka, uang atau pesta saja sudah cukup membuat senang. Waduh!

"Remaja memang gitu. Agak bias antara kepedihan dan kesenangan dan kemudaan, mereka gampang berubah," jelas sutradara Hanny Saputra.

Film yang lolos dengan label dewasa ini agaknya sudah lari dari niat memberi pelajaran bagi para remaja. Belajar bagaimana bergaul yang buruk. Belajar bagaimana berpakaian yang buruk di sekolah maupun di luar sekolah, belajar menggunakan kata-kata kasar, dan belajar mengikuti kehidupan barat yang bahkan lebih barat dari aslinya.

Tak pantas rasanya jika film ini mengklaim sebagai gambaran remaja Jakarta. Apalagi sutradara Hanny Saputra mengakui kalau ia hanya melakukan riset selama dua minggu, itupun hanya di kawasan parkiran Senayan saja. (Sumber: detikhot)

You Decide !!

http://swaramuslim.net/more.php?id=2571_0_1_0_M