Riza Rosadi: Solusinya Sistem Ekonomi Islam
Pengantar:
Indonesia, meski termasuk  negara dengan segala kekayaan alam yang melimpah-ruah, hingga hari ini  terus dililit persoalan ekonomi yang kompleks dan makin karut-marut.  Akibatnya, meski termasuk negeri kaya-raya, kebanyakan rakyatnya miskin.  Mengapa semua ini bisa terjadi? Dimana letak akar persoalannya?  Bagaimana pula solusinya? Itulah di antara pertanyaan-pertanyaan yang  diajukan Redaksi kepada Dr. Riza Rosadi, kandidat doktor IPB, sekaligus  aktivis Hizbut Tahrir Indponesia. Berikut petikan wawancaranya. 
Apa problem utama  ekonomi di Indonesia?
Problem ekonomi di  Indonesia dapat dilihat dari mahalnya harga kebutuhan bahan pokok, biaya  tinggi pendidikan dan kesehatan, kenaikan TDL, mahalnya tarif tol dan  harga BBM yang makin memperparah kondisi ekonomi rakyat. Persoalan lain  adalah utang Pemerintah yang terus membengkak, tingginya kejahatan  ekonomi seperti korupsi, kolusi, suap dan lain sebagainya. Yang paling  parah adalah rusaknya pengelolaan SDA dan energi yang membuat rakyat  makin menderita.
Mengapa kondisi ini  bisa terjadi?
Kondisi ini terjadi karena  Indonesia dan dunia umumnya menerapkan sistem ekonomi kapitalis.  Dalam sistem ekonomi kapitalis yang paling menonjol  justru kepemilikan individu. Bahkan kepemilikan negara  dapat diubah menjadi kepemilikan individu dengan cara privatisasi.  Inilah yang menjadi sebab utama mengapa peraturan tentang SDA  dan energi semua mengarah pada privatisasi yang berakibat pada  penguasaan SDA dan energi oleh swasta bahkan pihak swasta asing.
Selain itu, ketidakstabilan  moneter yang berdampak pada munculnya berbagai persoalan ekonomi  terjadi karena adanya faktor pemicu terjadinya  krisis keuangan dan berdampak pada krisis ekonomi, yakni persoalan mata  uang dan sistem keuangan (moneter) yang sangat spekulatif  dan penuh dengan rente. 
Apa lagi yang  menyebabkan karut-marut ekonomi Indonesia terjadi?
Yang menambah karut-marut  ekonomi Indonesia saat ini adalah ketidakberpihakan Pemerintah dan  legislatif kepada rakyat. Hal ini tercermin dalam pembuatan  peraturan dan perundangan. Lihatlah UU PMA, UU Migas, UU SDA dan UU  lainnya yang jelas-jelas tidak berpihak pada kepentingan rakyat, tetapi  berpihak pada kepentingan pihak swasta pemilik modal bahkan pihak asing.  Kondisi ini diperparah dengan tingginya kejahatan ekonomi  seperti korupsi, kolusi, suap dan kejahatan lainnya. Semua ini menambah  derita rakyat dan makin membuat karut-marut ekonomi Indonesia. 
Siapa sesungguhnya yang  berkonstribusi bagi karut-marut ekonomi Indonesia?
Ada beberapa pihak. Pihak  yang secara langsung terlibat adalah legislatif dan pemerintah,  yakni dalam hal pembuatan peraturan dan perundangan. Selain  itu, tentu pihak yang menginginkan dan diuntungkan dengan peraturan dan  perundangan tersebut, yakni pihak swasta kapitalis dan pihak asing  mengeruk kekayaan alam dan kekayaan ekonomi lainnya di negeri ini.
Pihak lain yang  berkonstribusi bagi karut-marut ekonomi Indonesia adalah para koruptor  serta para pelaku kolusi dan suap. Kolaborasi jahat pejabat korup dengan  pengusaha hitam demi memenangkan berbagai tender proyek serta berbagai  kepentingan ekonomi mereka lainnya seperti penggelapan pajak adalah  fakta nyata kejahatan mereka. 
Bagaimana modus  operandi mereka?
Modus operandi mereka  dengan memanfaatkan peraturan dan perundangan yang tidak berpihak kepada  rakyat, tetapi berpihak kepada swasta asing. Lihatlah, bagaimana lembaga  legislatif bersama Pemerintah justru banyak membuat undang-undang dan  peraturan seperti UU SDA, UU PMA, UU Migas, UU Kelistrikan dan lainnya  yang jelas-jelas merugikan atau mengancam kepentingan rakyat. Undang-undang  itu memperbesar peluang bisnis swasta dan memperkecil peran negara. 
Ambillah contoh UU  Kelistrikan. Dalam UU tersebut masih ada pasal-pasal yang memungkinkan  terjadinya unbundling baik secara vertikal maupun horisontal  serta privatisasi. Diperkirakan, unbundling akan  menyebabkan kenaikan harga listrik hingga 50% akibat adanya beban biaya  (pajak, biaya operasional dan sebagainya) dari 3 entitas kelistrikan  yang berbeda, yaitu pembangkitan, transmisi dan distribusi, yang  sebelumnya ketiganya itu menjadi satu di bawah PLN. Bila akhirnya  privatisasi benar-benar dilakukan, pihak swasta juga akan sangat dominan  dalam penyediaan listrik yang ujungnya harga listrik akan didikte oleh  kartel perusahaan listrik swasta. 
Lalu mengapa bisa lahir UU  dan peraturan-peraturan yang banyak merugikan rakyat? Jawabannya, karena  banyak dari proses legislasi di gedung Parlemen berlangsung secara  transaksional, dimana pragmatisme politik baik demi kekuasaan ataupun  uang lebih banyak berperan. Karenanya, kepentingan rakyat dengan mudah  terabaikan. Akibatnya, pihak yang memiliki dukungan finansial besarlah  yang bisa mengegolkan UU sesuai dengan kemauannya. Coba kita pikir,  bagaimana mungkin dalam UU Migas terdapat ketentuan bahwa produksi migas  paling sedikit 25% untuk kepentingan dalam negeri. Itu artinya,  produksi migas kita bisa hanya 25% yang disalurkan ke dalam negeri,  selebihnya untuk ekspor. Itu pula yang dijadikan dasar oleh Pemerintah  ketika memutuskan alokasi gas Donggi–Senoro, yang 30% untuk  dalam negeri dan 70% untuk ekspor meski sebenarnya dalam negeri/rakyat  lebih banyak memerlukan gas itu. 
Bagaimana dampak bagi  rakyat?
Akibatnya sudah kita  rasakan. Sejak negara ini merdeka, sebagian besar kekayaan alam yang  melimpah-ruah itu hanya dinikmati oleh segelintir orang, yang sebagian  besarnya bahkan pihak asing. Contoh kecil: Di Bumi Papua, kekayaan  tambang emasnya setiap tahun menghasilkan uang sebesar Rp 40 triliun.  Kekayaan tersebut 90%-nya dinikmati perusahaan asing (PT Freeport).  Mayoritas rakyat Papua sendiri hingga kini masih susah dan  miskin. Pemerintah Indonesia pun hanya mendapatkan royalti dan pajak  yang tak seberapa dari penghasilan PT Freeport yang luar biasa itu. 
Di Kaltim, batubara  diproduksi sebanyak 52 juta meter kubik pertahun; emas 16.8 ton  pertahun; perak 14 ton pertahun; gas alam 1.650 miliar meter kubik  pertahun (2005); minyak bumi 79.7 juta barel pertahun, dengan sisa  cadangan masih sekitar 1.3 miliar barel. Namun, masih banyak penduduk  Kaltim tergolong miskin.
Di Aceh, cadangan gasnya  mencapai 17.1 triliun kaki kubik. Hingga tahun 2002, sudah 70 persen  cadangan gas di wilayah ini dikuras oleh PT Arun LNG dengan operator PT  Exxon Mobile Oil yang sudah berdiri sejak 1978. Namun, Aceh menempati  urutan ke-4 sebagai daerah termiskin di Indonesia. Jumlah penduduk  miskinnya masih cukup besar.
Lalu bagaimana cara  menyelesaikan problem ekonomi Indonesia saat ini?
Ini hanya dapat dilakukan  dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi Islam  kepemilikan umum seperti tambang, listrik, laut dan hutan wajib dikelola  oleh negara dan tidak boleh diserahkan kepada privat apalagi asing.  Islam juga melarang berbagai kegiatan ribawi dan spekulatif di  sektor keuangan. 
Jika semua kepemilikan umum  dikuasai dan dikelola oleh negara, maka akan tersedia dana yang  mencukupi untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Sebagai  gambaran, di sektor pertambangan dan energi akan didapat penerimaan  sekitar Rp 691 Triliun pertahun. Di sektor kelautan  dengan potensi sekitar US$ 82 Miliar atau Rp 738 Triliun pertahun akan  diperoleh minimal sekitar Rp 73 Triliun. Yang mencengankan adalah sektor  kehutanan. Luas hutan kita adalah 100 juta hektar, dan dengan  pengelolaan secara lestari diperkirakan akan diperoleh penerimaan  sekitar Rp 2000 Triliun pertahun. Fantastis.  Ini baru dari kayunya, belum dari potensi kekayaan biologi lainnya.
Dengan ketersediaan dana  tersebut maka dapat dilakukan:
Pertama, penyediaan infrastrutur seperti jalan, jembatan, pelabuhan,  pasar dan sarana lainnya yang dapat menggerakan roda perekonomian.
Kedua, pemberian gaji dan tunjangan yang layak dan mencukupi bagi  pejabat dan pegawai negara. Hal ini akan dapat mencegah  korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya karena kebutuhan mereka sudah  terpenuhi. 
Ketiga, mendanai pembangunan tanpa harus berhutang.
Keempat, pelayanan yang murah bahkan gratis atas kebutuhan jasa pokok  rakyat seperti pendidikan, kesehatan, transportasi.
Kelima, karena kebutuhan pokok rakyat sudah terpenuhi, maka sebagian  besar kekayaan yang mereka miliki dapat digunakan untuk kepentingan  mereka yang lain serta meningkatkan kesejahteraan mereka. Akibatnya,  kesejahteraan rakyat akan meningkat pesat.
Di sisi lain dengan  diterapkan sistem mata uang berbasis emas dan perak akan membuat mata  uang menjadi stabil sehingga sektor moneter dapat menjadi stabil.  Pelarangan transaksi ribawi dan transaksi spekulatif di sektor non-riil  akan membuat kestabilan dan pertumbuhan ekonomi terjaga. Dengan  stabilnya keuangan dan ekonomi negara, maka seluruh kegiatan ekonomi  dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana pembangunan yang  diinginkan. []
http://hizbut-tahrir.or.id/2010/08/31/rosadi-solusinya-sistem-ekonomi-islam/  





