Ida Laila
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ida Laila (terlahir Murah Ati , Petukangan, Surabaya 1943), adalah penyanyi lagu-lagu Melayu (dangdut) di era awal (1960 hingga 1970-an. Namanya populer lewat lagu Keagungan Tuhan karangan A. Malik Bz. (1965, direkam ulang 1976), Siksa Kubur (ciptaan Achmadi, dinyanyikan ulang oleh Rita Sugiarto dan, bahkan, OM PSP), dan Sepiring Berdua. Lagu-lagunya melankolis dan liriknya "penuh derita", sesuai dengan karakter suaranya.
Ida tampil pertama kali bersama OM Sinar Kumala Surabaya, pimpinan A. Kadir (almarhum). Setelah itu, ia pun bergabung dengan berbagai grup seperti OM Awara, OM Sonata, dan OM Sanata. Dengan OM Awara, penyanyi ini melahirkan sedikitnya 18 album piringan hitam. Bersama OM Sinar Mutiara meluncurkan tujuh buah album. Diiringi OM Sonata ia menelorkan empat atau lima album.
Kini Ida Laila, yang menikah dengan Mulyono, lebih dikenal sebagai seorang penceramah agama, walaupun ia mengakui tidak berhenti menyanyi. Permintaan berceramah, yang dianggapnya lebih utama, datang bertubi-tubi membuatnya sukar membuat jadwal untuk kegiatan menyanyi.[1]
[sunting] Album
- "Siksa Kubur" 1960
- "Berkasih Mesra" produksi Lokananta, Solo, tahun 1964.
- "Keagungan Tuhan" 1965
- "Perintah Ilahi" tahun 1967
- "Siksa Kubur" tahun 1976.
- lagu nostalgia 1997 di produksi Indra record
- "Syi'iran Wali" dan "Eling-eling" diproduksi Indra Record Surabaya.
- Album "Pergi tanpa pesan" bersama Mus Mulyadi
- Album 12 lagu dangdut Bersantai Ria
- Album Ojo lali Mas pop jawa
- Album Ida Laila " Berkelana " diProduksi Mutiara Record
- Album Ida Laila 20 Tembang Kenangan
[sunting] Catatan kaki
- ^ Lathief, Abdul. "Ida Laila, dari Penyanyi ke Mubalighah". Arsip Kompas Daring. Edisi 31-08-2000. Diakses 4-11-2008.
==========================================================================
Karir Ida Laila
Ida Laila, dari Penyanyi ke "Mubalighah"MASIH ingat Ida Laila? Masih ingat Keagungan Tuhan yang melodinya berkarakter kuat? Inilah cuplikan syairnya, Insyaflah wahai manusia, jika dirimu bernoda ...
Lagu karangan A Malik BZ tersebut pernah sangat terkenal, dan melambungkan penyanyinya ke tempat tinggi di dalam dunia musik. Pada masa itu, tahun 1960-an, ia juga berkibar lewat Siksa Kubur ciptaan Achmadi, serta sejumlah lagu lainnya.
Ida Laila menjadi salah satu pengikat masyarakat dengan musik Melayu-yang belakangan tumbuh menjadi dangdut lewat pengaruh musik India dan Timur Tengah. Ia bertahan sampai sekitar 30 tahun sejak masuk dapur rekaman tahun 1964 dengan album perdana bertajuk Berkasih Mesra. Album itu disusul dengan Keagungan Tuhan.
"Lagu Keagungan Tuhan itulah yang membuat saya dikenal luas," ujar Hj Ida Laila ketika ditemui Kompas, Senin (28/8), di rumah berukuran 10 meter x 25 meter di Jalan Cancer 3 Surabaya, Jawa Timur.
Sebagai penyanyi lagu Melayu (dan kemudian dangdut), Ida Laila pernah sangat sibuk. Usia yang merambat naik tidak menghalangi kesibukan itu. Bahkan dalam usia 57 tahun saat ini ia tidak juga berhenti, acaranya justru semakin padat. Memang bukan lagi sebagai penyanyi yang utama, tetapi mubalighah. Tugasnya menyiarkan agama Islam. Ia sibuk mengisi berbagai pengajian.
Sebagai artis ia masih sempat beristirahat di sela-sela pentas, kini sebagai juru dakwah ia baru dapat menikmati tidur tiga-empat jam setelah shalat subuh. Katanya, "Setiap kali pulang dari hajatan, saya tidak langsung tidur, namun terlebih dahulu shalat malam dan subuh, karena hampir setiap hari saya pulang ke rumah antara jam tiga ataupun jam empat dini hari."
Menjalani kehidupan berat dengan bertandang dari desa ke desa berikutnya di seantero wilayah Jawa Timur itu memang sudah menjadi pilihannya. Tuturnya, "Sepulang dari menunaikan ibadah haji, tahun 1994, hati saya terpanggil untuk berdakwah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala."
Hal itu punya konsekuensi tersendiri. Buku-buku agama menjadi santapan rutinnya.
"Dahulu, tidak pernah baca-baca, tetapi sekarang ini mau tidak mau, ya, harus banyak belajar dan membaca," ujarnya.
***
RIWAYATNYA yang panjang di dunia musik menghasilkan puluhan album rekaman musik, dengan jejak keseniannya pada sederet orkes. Ia tampil pertama kali bersama Orkes Melayu (OM) Sinar Kumala Surabaya, pimpinan A Kadir (almarhum) pada sebuah hajatan di Perak Surabaya. Setelah itu, ia pun bergabung dengan berbagai grup, yakni OM Awara, OM Sinar Mutiara, OM Sonata, dan OM Sanata.
Dengan OM Awara, Ida Laila melahirkan sedikitnya 18 buah album PH (piringan hitam). Bersama OM Sinar Mutiara meluncurkan tujuh buah album. Diiringi OM Sonata ia menelorkan empat atau lima album. Kerja samanya dengan OM Sanata menghasilkan satu buah album.
"Saya sendiri tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlahnya. Saya tidak mendokumentasikannya secara rapi. Album Sepiring Berdua hasil rekaman tahun 1987, saya tidak punya," ujar Ida Laila, yang didampingi suaminya, Mulyono.
Meski demikian, ia ingat beberapa di antaranya. Salah satunya adalah Berkasih Mesra produksi Lokananta Solo, tahun 1964. Pada tahun yang sama ia menelorkan Keagungan Tuhan produksi RRI Surabaya. Album Perintah Ilahi tahun 1967 dan Siksa Kubur tahun 1976.
"Rekaman terakhir lagu-lagu dangdut pada tahun 1997 di studio rekaman Indra Record Surabaya. Itu berisi lagu-lagu nostalgia," ujar Ida Laila.
Menurut Ida Laila, sebenarnya tawaran untuk masuk dapur rekaman lagu-lagu dangdut cukup banyak. Ia tak dapat memenuhinya karena sibuk sebagai mubalighah. "Untuk undangan ceramah saja, saya tidak dapat me-menuhi seluruhnya. Namun, bukan berarti saya tidak lagi menyanyi," ujarnya.
Ia juga masuk dapur rekaman untuk menyanyikan lagu-lagu bernuansa rohani, yakni album Syi’iran Wali berlabel Eling-eling produksi Indra Record Surabaya.
***
PERGESERAN sosok penyanyi dangdut ke mubalighah tidak membuatnya sibuk di dalam menyesuaikan citra. Ida Laila tidak pernah larut di dalam cara tampil para penyanyi dangdut yang seronok baik busana maupun aksi panggungnya. Ia tetap membalut tubuhnya dengan pakaian panjang.
"Dahulu waktu pengambilan gambar, apalagi di televisi (TVRI-Red) bahu terbuka sedikit saja dinilai tidak sopan," ujar Ida Laila.
Bahkan tumbuh kesan ia menempatkan diri sebagai artis dangdut yang religius. Tambahnya, "Alhamdulillah, para kiai dan ulama bisa menerima saya sebagai mubalighah, walaupun dalam setiap pengajian saya, selain ceramah agama juga nyanyi dengan iringan electone. Namun, lagu-lagunya saya sesuaikan dengan hajatan itu sendiri."
Sebagai ibu sekaligus nenek dari lima anak (seorang meninggal-Red) dan enam cucu, Ida Laila tetap menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan. Rumahnya tidak dilengkapi harta benda berupa mobil walaupun sebenarnya keluarga artis ini mampu.
"Saya sudah tidak kepingin apa-apa lagi, kecuali keridloan Allah dan dapat menjalankan semua perintah Allah," ujarnya sambil meneteskan airmata.
Undangan pengajian dari satu desa ke desa yang lain di berbagai daerah di Jawa Timur, kini terus mengalir. Wujud hajatan beragam, dari sunatan, perkawinan, hingga pengumpulan dana untuk pembangunan masjid. Setiap bulannya antara 22-25 undangan pengajian harus ia hadiri.
"Bulan September nanti, jadwal untuk ceramah sudah penuh. Kalau saja semua permintaan umat harus saya penuhi, bisa-bisa satu hari dua-tiga kali berceramah," ujar Ida Laila.
Maka ia mau tidak mau menjaga kebugaran. Setiap pagi hari ia jogging, dan banyak minum air putih. Tuturnya, "Setiap hari saya minum satu sendok madu, kuning telor, dan kencur."
***
SAMA-sama selalu berhadapan dengan orang banyak, ada keharuan yang berbeda antara menjadi artis dan tokoh agama tersebut. Sebagai penyanyi tenar ia pernah merasakan hebatnya dielu-elukan penggemar. Tetapi kepuasan batinnya sekarang sungguh berbeda.
"Selama menjadi artis penyanyi saya tidak bisa lebih dekat dengan mereka, bersalaman dan berfoto bersama. Lha wong saya masih di atas podium dan cemarah, orang-orang tua minta foto...," ujar perempuan kelahiran Kampung Petukangan (kawasan Masjid Agung Sunan Ampel-Red) yang bernama asli Murahhati ini.
Kini ia menyanyi di dalam acara dakwah, dengan lagu-lagu rohani, seperti Khusnul Khatimah atau Sembahyang. Sambutan masyarakat di desa-desa, orang-orang yang sederhana, telah demikian kuat mengikat kalbunya. Itu yang menyebabkan ia ingin terus melakukan tugas mulia tersebut.
"Walaupun saya harus naik perahu dan jalan kaki serta kehujanan, terasa tidak menjadi beban berat. Sebab, apa yang saya lakukan ini penuh keikhlasan," ujar Mulyono, suami Ida Laila yang selalu mendampingi setiap kali Ida Laila berceramah agama.
(Abdul Lathief)
- sumber kompas, kamis, 31 agustus 2000 -
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:9Gfcor9fJHIJ:oplet.blogspot.com/2007/06/karir-ida-laila.html+Ida+Laila,+dari+Penyanyi+ke+Mubalighah&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a